Opini


pexels-photo-227578 (1)

 

Introduction 

            Intersectionality on the society is a major problem that should be acknowledge by everyone so that the number of discrimination could decrease. Gender and sexuality issues are recognise as a sociological study which is first discussed on Simone de Beauvoir in his book entitled The second sex which mainly talks about “one is not born a woman: one becomes one” (Beauvoir and Parshley, 1989). Her idea was about the difference between sex which is based on biological means and gender which is formed by the social forces that act upon one to be feminine or masculine. Beauvoir’s explanations on gender has made her the “mother of the modern women’s movement” where freedom of choice that should also be conducted by women. read more

Intersectionality on Black Feminism


  1. Dahulu pada saat menjadi maba saya selalu kepo gimana sih kulih itu? Apa lagi kuliah di semester pertama, beda enggak sih kuliah dengan SMA dan berbagai pertanyaan lainnya, disini saya sedikit berbagi pengalaman mengenai kisah kasih perkuliahan di semester pertama, selamat membaca !

Pada mulanya

Awalnya pilihan kuliah di jurusan  sosiologi ini merupakan jalan Tuhan. Bagaimana tidak ? wahyu  untuk memilih jurusan ini baru turun sesaat guru BK menyuruh saya untuk mendaftarkan diri pada lamaan SNMPTN. Setelah mengutak atik nama universitas dan jurusan langsung saja saya memilih Sosiologi UGM pada pilihan pertama dan pendidikan sosiologi Universitas Negeri Malang pada pilihan kedua saya.

Ada sedikit alasan mengapa saya meletakkan sosiologi UGM pada pilihan pertama. Alasan Pertama saya ingin belajar lebih luas lagi, mengenal banyak orang dari berbagai penjuru nusantara  dan mengenal lingkungan baru. Dalam benak saya terpirkirkan dari SMA hingga kuliah pastinya akan terasa sangat membosankan apabila saya terus berada di Malang. Kedua saya rasa Yogyakarta adalah tempat terbaik untuk belajar, dari segi biaya, transportasi, cuaca, iklim dan berbagai faktor lainnya saya rasa Yogyakarta adalah tempat tinggal yang tepat bagi saya. read more

Lika-liku Awal Kuliah


Apakah dalam hidup ini ada hal yang tidak memerlukan syarat ?

Pertanyaan itu akhir – akhir ini muncul karena keresahan saya terhadap hidup yang rasanya penuh dengan persyaratan, mungkin ada beberapa dari Anda juga merasakan keresahan yang sama dengan saya. Rasanya, dari level makro sampai level mikro dalam hidup kita dipenuhi dengan berbagai persyaratan. Misal, untuk menjadi Presiden seseorang harus memenuhi berbagai macam kualifikasi atau persyaratan, mulai dari syarat kesehatan yang prima sampai pada persyaratan harus unggul jumlah suara dalam pemilu. Contoh lain, dalam persaingan menempati posisi tertentu dalam pekerjaan misalnya, ada prasyarat tertentu yang harus dipenuhi seperti : (a) Pendidikan terakhir S1 dengan IPK minimal 3,0. (b) Memiliki pengalaman kerja minimal 2 tahun, (c) Memiliki Kendaraan Pribadi, (d) Bersedia ditempatkan dimanapun, dan berbagai macam syarat lainnya seperti yang sering kita temukan dalam info baris lowongan pekerjaan yang terdapat di surat kabar. Bahkan dalam urusan cinta (memilih pasangan) sekalipun seseorang juga dituntut untuk memenuhi persyaratan tertentu untuk menentukan seseorang layak atau tidak untuk dijadikan pasangan. Sering kita temui ungkapan – ungkapan seperti “Aku tuh cinta kamu apa adanya.” atau “Cintaku ini tak bersyarat.” Bagi saya pribadi kalimat – kalimat seperti itu adalah suatu omong kosong read more

[Opini] Hidup dalam Persyaratan



buruh Pertama-tama, kami sampaikan solidaritas kepada gerakan buruh yang melakukan aksi pada Mayday pada 1 Mei 2016 ini. Perjalanan panjang perjuangan demi kesejahteraan tidak pernah selesai, karena kapitalisme pun terus memperbarui dan memperbanyak dirinya melalui politik. Kedua, kami sampaikan pula solidaritas kepada para Tendik, pedagang Bonbin, dan mahasiswa yang melakukan aksi gabungan pada tanggal 2 Mei 2016. Ketidakadilan tidak bisa dihadapi dengan diam. Segala niat baik demi pengejawantahan ide kemanusiaan, persatuan, keadilan, dan kerakyatan di kampus yang mengatasnamakan dirinya sendiri sebagai Universitas Pancasila dan Kerakyatan pastilah dapat menghasilkan dampak yang baik pula. Kami khawatir, kewarasan pada lingkungan akademik ini sedang sekarat karena pragmatisme kampus sendiri dalam transformasinya menjadi sebuah usaha bisnis pencari kapital.          Bentuk-bentuk gerakan masyarakat sipil, seperti yang dilakukan buruh adalah respon terhadap penghisapan oleh kapitalisme. Negara-negara di Asia termasuk dalam negara yang menggunakan model eksklusif untuk mengakomodasi ralasi antara negara dan kapital (Savirani, TT). Indonesia bersama negara Asia lainnya termasuk dalam wilayah yang perkembangan industrinya terlambat dibandingkan negara di Eropa. Perkembangan industri harus digerakkan oleh negara (state-led development).          Sebagai negara pembangunan, maka pemerintah Indonesia atas nama negara memiliki kekuatan dan kekuasaan yang besar untuk mengintervensi proses pembangunan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik. Demi mencapai pertumbuhan ekonomi itulah, Indonesia berorientasi menjadi negara ramah investasi dengan menekan cost dari proses produksinya. Salah satu faktor utama produksi yang ditekan adalah upah buruh.         Orde Baru jelas-jelas menerapkan model negara-perusahaan dengan orientasi pertumbuhan ekonomi tersebut (Beeson, M., & Hadiz, V., 1998). Buruh beserta gerakannya dikontrol dengan kuat melalui satu-satunya serikat buruh yang ada, yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Ruang gerak buruh menjadi sangat sempit. Visi untuk menjadi negara maju yang dibawa oleh Soeharto berhasil membungkam gerakan buruh dan membuatnya tunduk pada para penguasa kapital. Juliawan (2011) menemukan ada tiga karakter dari gerakan perjuangan buruh pasca reformasi ini. Pertama, protes sosial sebagai metode aksi buruh sudah menjadi hal umum dalam kehidupan berdemokrasi dewasa ini. Aksi tersebut bertujuan untuk mengintervensi atau mempengaruhi proses pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Intervensi tersebut pernah berbuah manis dengan kesuksesan yang mereka capai.       Kedua, kebiasaan protes ini terjadi dengan frekuensi yang tinggi, dan dengan peserta aksi yang inklusif. Dalam menyuarakan aspirasinya, gerakan buruh menggunakan berbagai cara untuk membangkitkans kesadaran kolektif masyarakat untuk dapat menekan pemerintah. Gerakan tersebut memiliki ujung yang sama, yaitu merebut ruang publik, yang secara harfiah sebagai ruang fisik maupun ruang wacana melalui media massa dll.     Ketiga, pengorganisasian massa adalah solusi terhadap kelambanan dan kebebalan pemerintah yang tidak memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan kaum pekerja. Namun, gerakan ini masih lemah dalam pengorganisasiannya. Gerakan buruh rentan perpecahan karena massa yang banyak harus disatukan dalam satu komitmen bersama. Terlebih lagi, saat buruh menghadapi tantangan dalam menjalankan komunikasinya dengan pihak industri dan pemerintah dalam menegosiasi kepentingan mereka, gerakan tersebut rentan direcoki kepentingan pribadi. Gerakan rentan digembosi oleh suap, tukar-menukar kepentingan pemimpin gerakan buruh dengan pemilik modal.        Sayang, dinamika gerakan buruh tersebut tidak selalu ditemui karena gerakan buruh pada permulaannya tidak pernah ada dan bahkan tidak dirasa penting oleh buruh itu sendiri. Pada riset yang dilakukan oleh KOMAP dan KMS, kami menemukan gejala-gejala tersebut. Tanpa adanya serikat buruh, tidak ada aktor pendamping bagi buruh untuk memperjuangkan hak-haknya. Padahal, negara membuka seluas-luasnya bagi buruh untuk berserikat. Ketertundukkan para buruh terhadap perusahaan yang semena-mena membuka peluang yang lebih besar untuk muncul penindasan-penindasan lain. Pemerintah pun diam saja menghadapi ketertindasan buruh tersebut.      Dalam peringatan Hari Buruh tahun ini, mari membahas buruh, gerakan buruh, dan buruh wanita lebih mendalam dengan mengikuti diskusi Pemaparan Hasil Riset Gabungan antara KOMAP dan KMS di Selasar Timur Fisipol pada tanggal 3 Mei 2016 pukul 09.00 WIB. Sorenya, mari suarakan aksimu di Panggung Aksi Mayday di Taman San Siro Fisipol mulai pukul 15.30. Tertanda, KOMAP x KMS

Pengantar Diskusi “Gemuruh Buruh” KOMAP & KMS 3 Mei 2016


Perempuan itu harus pandai memasak!

Perempuan itu harus bisa bersih-bersih rumah!

Perempuan itu harus bisa jahit!

Perempuan itu harus bisa dandan!

Tentu kita masih sering mendengar kalimat-kalimat semacam itu, khususnya orang-orang Jawa yang adat dan budayanya masih sangat kental dan terjaga. Namun hal tersebut terdengar ganjil di telinga saat mengingat sosok Kartini yang di agung-agungkan sebagai seorang pahlawan emansipasi wanita. Karena rasanya perjuangan Kartini hanya sebatas membantu kaum perempuan untuk dapat mengenyam pendidikan lebih baik. Diluar itu, beliau tidak membebaskan kaum perempuan dari stigma masyarakat bahwa wanita tidak harus pandai di bidang-bidang yang sifatnya femim. read more

Kartini Masa Kini : Merdeka dalam Penjara


Kamis, 25 Februari 2016

48420

Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KMS) bekerja sama dengan Jaringan Mahasiswa Sosiologi se-Jawa (JMSJ) mengadakan diskusi bulanan yang mengangkat isu LGBT. Diskusi dengan tema “Pelangi di Matamu : Melihat legalisasi praktek LGBT dari sudut pandang sosiologi keluarga” berlangsung di selasar gedung BC Fisipol UGM dengan jumlah peserta yang hadir lebih dari 50 orang. read more

[Field Report] Diskusi Bulanan JMSJ



BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar belakang

            Indonesia akhir-akhir ini sedang dilanda berbagai masalah.Baik masalah internal maupun eksternal.Dari dalam negeri, terjadi korupsi oleh anak bangsa sendiri yang hanya memikirkan diri sendiri.Kemudian konflik antar kelompok yang berlatar belakang agama, ras, dan suku.Ditambah lagi adanya beberapa daerah yang menyatakan untuk memisahkan diri dengan Republik Indonesia.

Ancaman luar pun datang dalam segala bentuk.Dari globalisasi yang tak bisa terhindarkan hingga ancaman kapitalisme yang “dikutuk” oleh presiden pertama Indonesia, Sukarno.Belum lagi ditambah dengan banyaknya kebudayaan baru yang mencoba memasuki Indonesia. Seperti budaya barat (westernisasi), Jpop (Japanesse pop), Kpop (Korean pop), dan lain-lain read more

Mencoba Bangkit dari Keterpurukan


Oleh Rahadyo Handraskoro | Sosiologi UGM 2011

Hubungan tarik ulur antar saudara di Semenanjung Korea

Latar sejarah terbaginya Korea

Pasca menyerahnya Jepang dalam Perang Dunia, praktis terjadi kekosongan pemerintahan(vaccum of power) di hampir semua negara pendudukan Jepang. Melalui keputusan PBB, akhirnya diputuskan bahwa negara-negara yang tergabung sebagai pihak sekutu selama Perang Dunia II berhak mengisi kekosongan kekuasaan di negara-negara tersebut termasuk yang berada di kawasan Semenanjung Korea yang saat itu menjadi kawasan favorit selain negara-negara di kawasan Asia Tenggara. read more

Hubungan tarik ulur antar saudara di Semenanjung Korea


Pengantar

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia Indonesia ternyata masih mengandung sejumlah ‘anomali’ demokrasi. Di antara anomali yang harus dijelaskan adalah mengapa demokratisasi yang dijalankan dari tingkat nasional hingga tingkat lokal tidak kunjung jua menghasilkan ‘buah’ berupa kesejahteraan bagi masyarakat. Sebagai suatu pilihan politik, demokrasi dengan prinsip prinsip kebebasan, persamaan dan keberadabannya diyakini akan mengantarkan masyarakat menuju keadilan sosial sesuai cita cita konstitusi. Namun fakta yang berbicara tidaklah demikian, lebih dari satu dekade demokratisasi berjalan tercatat angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi. Badan Pusat Statistik tahun 2012 mencatat setidaknya ada 30 juta jiwa lebih rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan (BPS)[1]. Kondisi ini tentu paradoksal dengan capaian pembangunan demokrasi kita yang terus membaik, Indeks Demokrasi kita pada tahun 2011 saja mencapai 67,30, studi Larry Diamond misalkan yang membandingkan kualitas demokrasi Indonesia dengan negara negara Asia Selatan, menunjukan  kualitas dan kemajuan demokrasi di Indonesia berkembang lebih pesat.[2] read more

Demokrasi Lokal, Modal Sosial dan Kesejahteraan | Oleh Mohammad Zaki ...